Cap Go Meh Singkawang – Ketika lampion-lampion merah mulai menggantung di sepanjang jalan kota Singkawang, Kalimantan Barat, masyarakat tahu: Cap Go Meh telah tiba. Namun, Cap Go Meh di Singkawang bukanlah perayaan biasa. Ia adalah pertunjukan budaya yang megah, sebuah atraksi spiritual dan visual yang menyatukan tradisi Tionghoa, nilai lokal, dan keragaman etnis dalam satu panggung budaya yang spektakuler.
Lebih dari Sekadar Penutup Imlek
Cap Go Meh—yang berarti hari ke-15 setelah Imlek—biasanya dirayakan sebagai penutup Tahun Baru Imlek. Namun di Singkawang, perayaan ini justru menjadi puncak dari seluruh rangkaian kegiatan Imlek. Kota ini dikenal sebagai “Kota Seribu Kelenteng,” tempat mayoritas penduduknya adalah keturunan Tionghoa, khususnya suku Hakka dan Tio Ciu, yang telah lama berbaur dengan masyarakat Dayak dan Melayu.
Perayaan Cap Go Meh di kota ini bukan hanya ajang budaya, tetapi juga magnet wisata internasional gacha99 link alternatif. Ribuan orang dari dalam dan luar negeri datang untuk menyaksikan ritual yang hanya bisa disaksikan di tempat ini: parade tatung.
Tatung: Antara Dunia Nyata dan Spiritual
Tatung adalah seseorang yang dipercaya dirasuki oleh roh leluhur atau dewa-dewa, sehingga kebal terhadap luka dan rasa sakit. Dalam ritual Cap Go Meh, para tatung menampilkan atraksi ekstrem: berjalan di atas pedang, menusuk pipi dengan kawat atau benda tajam, hingga menari di atas bara api. Meski tampak mengerikan bagi sebagian orang, ritual ini dilakukan dalam suasana sakral dan penuh kepercayaan.
Namun, penting dicatat bahwa ritual ini bukan pertunjukan kekerasan. Ia adalah bentuk pengusiran roh jahat dan penyeimbang energi, menurut kepercayaan Taoisme dan tradisi lokal. Sebelum tampil, para tatung akan melakukan puasa dan meditasi untuk mempersiapkan diri secara spiritual.
Yang menarik, para tatung bukan hanya berasal dari etnis Tionghoa. Banyak juga dari suku Dayak dan Melayu yang ikut serta, menunjukkan bagaimana Cap Go Meh di Singkawang telah menjadi simbol keragaman yang harmonis.
Pesta Rakyat dan Ekspresi Budaya
Selain parade tatung, Cap Go Meh juga diramaikan dengan festival kuliner, pameran seni, pertunjukan barongsai, tari naga, hingga pesta kembang api. Masyarakat Singkawang, tanpa memandang latar belakang etnis atau agama, ikut ambil bagian dalam suasana suka cita ini.
Warga lokal membuka rumah dan usaha mereka bagi wisatawan, menjadikan momen ini sebagai peluang ekonomi yang juga memperkuat solidaritas sosial. Para pengunjung pun tak hanya datang untuk menonton, tapi juga untuk memahami—bahkan ikut merasakan—kehidupan masyarakat multikultural yang hidup dalam harmoni.
Warisan Budaya yang Mendunia
Cap Go Meh Singkawang bukan sekadar festival, melainkan warisan budaya yang terus hidup dan berkembang. Pemerintah telah menjadikannya sebagai bagian dari kalender pariwisata nasional, bahkan mendorong agar Cap Go Meh di Singkawang diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Di tengah dunia yang kerap dirundung konflik identitas dan intoleransi, Singkawang menunjukkan wajah Indonesia yang damai dan kaya. Melalui Cap Go Meh, kita diingatkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekuatan yang jika dirayakan bersama, bisa menjadi sesuatu yang indah dan menginspirasi dunia.
